Gabriel Omar Batistuta (lahir 1 Februari 1969) atau yang lebih di kenal dengan
julukan Batigol, adalah seorang mantan pesepakbola profesional yang
banyak menghabiskan karier bermain sepakbolanya sebagai seorang striker haus
gol di sebuah klub sepakbola di Firenze - Italia, ACF Fiorentina (La
Viola), dan dia adalah pencetak gol terbanyak urutan ke-9 sepanjang masa di
liga Serie A Italia, dengan koleksi 184 gol dalam 318 pertandingan yang
dia ikuti antara tahun 1991 sampai 2003. Di level Internasional, Batistuta
adalah Top Skor sepanjang masa team nasional Argentina, dengan 56 gol di
78 pertandingan team nasional yang telah dia ikuti, termasuk mengikuti 3 kali
Piala Dunia berturut-turut pada tahun 1994 di Amerika Serikat, tahun 1998 di
Perancis & terakhir pada tahun 2002 di Korea & Jepang. Pada tahun 2004,
namanya dimasukan kedalam daftar FIFA 100 atau daftar "125 Greatest Living
Footballers".
Ketika ACF Fiorentina, klub yang dia bela terdegradasi ke
Serie B pada tahun 1993, Batistuta tetap setia membela klub-nya dan membantu
ACF Fiorentina untuk kembali lagi berlaga di Serie A setahun kemudian. Untuk
menghormati kesetiaan & jasa-jasanya atas klub kesayangan warga Florence,
kemudian para fans membuat sebuah replika patung perunggu dirinya pada tahun
1996 yang kemudian diletakan di depan stadion kebanggaan mereka yaitu Stadion Artemio
Franchi. Dia tidak pernah menjuarai Serie A bersama Fiorentina, tetapi
ketika dia pindah ke klub AS Roma pada tahun 2000, dia akhirnya berhasil
menjuarai kompetisi Serie A sekaligus menyempurnakan karier sepakbolanya di
Italia. Beberapa tahun kemudian ia bermain di sebuah klub di Qatar yaitu
Al-Arabi sebelum kemudian ia pensiun di tahun 2005.
Kehidupan Pribadi
Kehidupan Pribadi
Batistuta
lahir pada 1 Februari 1969, dari pasangan Omar Batistuta dan Gloria Batistuta,
di sebuah kota yang bernama Avellaneda, di provinsi Santa Fe - Argentina,
tetapi tumbuh & besar di kota Reconquista. Dia memiliki 3 orang adik
perempuan yang bernama Elisa, Alejandra dan Gabriela.
Pada usia 16 tahun, dia bertemu dengan Irina Fernández yang
lima tahun kemudian atau pada 28 Desember 1990 menjadi istri sah-nya, mereka
menikah di Gereja Saint Roque. Pasangan tersebut kemudian pindah ke kota
Florence di Italia tahun 1991 dan setahun kemudian anak mereka yang pertama
"Thiago" lahir. Berkat permainan sepakbolanya yang mengagumkan baik
bersama klub-nya di liga Italia maupun bersama team nasional Argentina,
Batistuta memperoleh popularitas dan materi yang melimpah. Dia sempat
membintangi beberapa iklan TV dan juga di undang bermain dalam beberapa TV
show, tetapi dengan semua yang telah dia dapatkan itu dia tetap seorang pria
rumahan yang low-profile.
Di tahun 1996, setelah kemenangan Fiorentina 2-1 atas AC
Milan, dia merayakan gol-nya dengan mengatakan Te amo, Irina ('Aku Cinta Kamu,
Irina', kepada istrinya) di depan kamera. Pada tahun 1997, anak kedua Batistuta
"Lucas" lahir, dan anak ketiganya "Joaquín" menyusul pada
tahun 1999, beberapa waktu kemudian anak keempatnya "Shamel" pun
lahir. Tahun 2000, Batistuta dan keluarganya pindah ke kota Roma, karena ia
akan bermain untuk klub barunya AS Roma yang kemudian di bawanya menjadi
Scudetto. Dua tahun setelah Shamel lahir, Batistuta di pinjamkan ke Intermilan.
Kemudian pada tahun 2002, setelah lebih dari 10 tahun menetap di Italia, mereka
sekeluarga pindah ke Qatar karena Batistuta akan bermain membela klub Al-Arabi
untuk beberapa waktu.
Batistuta mengakhiri karier sepakbolanya di
klub Al-Arabi, ia pensiun pada bulan maret 2005, setelah berkali-kali mengalami
cidera yang membuat dia tidak bisa bermain. Setelah pensiun kemudian ia pindah
ke Perth, Australia.
Karier Klub Sepakbola
1.
Awal
karier, ketika kecil Batistuta
lebih menyukai olahraga lain ketimbang sepakbola. Karena tinggi badannya dia
lebih memilih bermain bola basket, tetapi setelah keberhasilan Argentina
menjuarai Piala Dunia pada Tahun 1978 dan kekagumannya akan kemampuan Mario
Kempes, akhirnya dia menjatuhkan pilihannya ke sepakbola. Setelah sering
bermain di jalanan dan di sebuah klub kecil Grupo alegria bersama
teman-temannya, ia lalu bergabung dengan klub sepakbola lokal Platense junior
team. Dari Platense kemudian ia terpilih untuk masuk ke Reconquista team yang
kemudian memenangkan kejuaraan provinsi dengan mengalahkan Newell's Old Boys
dari Rosario. 2 golnya membuat Newell's kepincut dan akhirnya mengontraknya
pada tahun 1988.
2.
Newell's
Old Boys,
Batistuta memulai karier profesionalnya bersama klub Newell's Old Boys,
yang pada saat itu dilatih oleh Marcelo Bielsa, yang di kemudian hari akan
menjadi pelatih Batistuta di team nasional. Semua tidak berjalan lancar pada
tahun pertama ia bergabung dengan Newell's, ia jauh dari rumah, keluarga bahkan
pacarnya Irina, tinggal di sebuah kamar di dalam stadion dan bermasalah dengan
berat badannya yang membuat gerakannya lamban. Pada akhir musim ia kemudian
dipinjamkan ke sebuah team yang lebih kecil, Deportivo Italiano, di Buenos
Aires, ia turut berpartisipasi di kejuaraan Carnevale Cup di Italia dan menjadi
top skor dengan 3 gol-nya.
3.
River
Plate, di pertengahan tahun 1989,
Batistuta membuat satu lompatan besar dengan bergabung di salah satu klub besar
di Argentina, River Plate, tetapi semua tidak berjalan mulus. Ia memiliki
masalah dengan pelatih pada saat itu Daniel Passarella (yang kemudian akan
menjadi konfrontasi ketika Passarella menjadi pelatih team nasional) yang
membuat ia di keluarkan dari team inti pada pertengahan musim.
1.
Boca
Juniors, Tahun
1990, Batistuta pindah ke klub rival bebuyutan River, Boca Juniors.
Setelah menghilang beberapa lama tanpa bermain di team inti ketika di River, ia
sempat mengalami kesulitan namun akhirnya Batistuta berhasil mengeluarkan
kemampuan terbaiknya untuk Boca. Pelatih Boca pada waktu itu Oscar Tabárez
berhasil membuat Batistuta menjadi striker haus gol, yang akhirnya membuat
Batistuta menjadi Top skor kompetisi liga Argentina & sekaligus membuat
Boca keluar sebagai pemenang kompetisi liga.
2.
Fiorentina, ketika bermain untuk Argentina di
kejuaraan Copa america tahun 1991, wakil presiden klub Fiorentina terkesan
dengan kemampuan Batistuta dan lalu menjadikan Batistuta salah satu pemain La
viola. Dia memulai musim yang baik di awal kariernya bersama Fiorentina,
berhasil membuat 13 gol di musim debutnya di Serie A. Akan tetapi di musim
berikutnya (Serie A 1992-93) Fiorentina terdegradasi ke divisi serie B,
meskipun Batistuta berhasil membuat 16 gol pada saat itu. Fiorentina hanya merasakan
semusim di Serie B, di bawah asuhan Claudio Ranieri mereka berhasil kembali ke
Serie A, dan Batistuta memberi kontribusi 16 gol dalam 26 pertandingan yang dia
ikuti. Batistuta menemukan form terbaiknya, ia
kemudian menjadi top skor di musim 1994-95 dengan torehan 26 goals, di ajuga
memecahkan rekor Ezio Pascutti yang sudah berusia 30 tahun dengan mencetak 13
gol berturut-turut dalam 11 pertandingan seri A. Di musim 1995-96, Fiorentina
memenangkan Piala Italia & Piala Super Italia.Setelah selalu gagal menjadi
Scudetto bersama Fiorentina, Batistuta mulai berpikir untuk pindah ke klub yang
lebih besar. Demi untuk membuat Batistuta tidak pindah, Fiorentina lalu
menggandeng Giovanni Trapattoni menjadi pelatih dan menjanjikan untuk melakukan
apa saja demi Scudetto. Setelah memulai musim yang sangat baik dan memimpin
liga, di beberapa pertandingan akhir Batistuta mengalami cedera dan membuat ia
harus beristirahat selama lebih dari sebulan. Kehilangan momentum karena
cederanya pemain andalan mereka, Fiorentina kehilangan posisi pertama mereka
dan harus puas finish di posisi ketiga, yang membuat mereka berhak untuk tampil
di liga Champion musim berikutnya.
3.
Scudetto
bersama Roma,
Batistuta tetap tinggal bersama Fiorentina untuk musim 1999-2000, karena
tergoda untuk bisa memenangkan Scudetto atau Liga Champion. Setelah memulai
musim dengan cukup menjanjikan, mereka akhirnya hanya bisa finish di posisi ke
7 klasemen akhir Serie A dan tereleminasi di tahap ke-2 Liga Champion. Musim
berikutnya ia di transfer ke AS Roma dengan nilai sekitar $35 juta.
Meskipun di dera cidera yang membuat jumlah penampilannya berkurang, ia tetap
bisa mencetak 20 gol untuk Roma di musim perdananya dan menuntaskan mimpinya
untuk mendapatkan Scudetto. Ia akhirnya mempersembahkan scudetto untuk
AS Roma setelah klub itu menunggu sejak tahun 1983. Musim berikutnya bersama AS
Roma, ia mengubah nomor bajunya dari 18 menjadi 20 menyesuaikan dengan gol yang
sudah ia buat hingga mendapatkan scudetto. Di musim berikutnya tahun 2002 ia
mengubah nomor jerseynya menjadi 33 menyesuaikan dengan usianya.
4.
Karier
terakhir,
Batistuta gagal menemukan form terbaiknya bersama AS Roma di tahun 2002 dan
kemudian di pinjamkan ke Internazionale Milan; tetapi ia juga gagal
memberi kesan yang bagus (hanya membuat 2 gol) dan kemudian di transfer ke klub
Qatar Al-Arabi. di Qatar, dia memecahkan rekor gol terbanyak yang di
pegang oleh legenda Qatar Mansour Mouftah dengan mencetak 25 gol semusim. Ia
mencetak gol lebih banyak di banding jumlah ia bermain. Ia di beri penghargaan
sepatu emas karena mencetak gol terbanyak di seluruh kompetisi di liga-liga
arab.
Karier
Internasional
Pada tahun 1991, Batistuta terpilih untuk mewakili Argentina
di kompetisi Copa America yang di selenggarakan di chili, dan menjadi top skor
di akhir kompetisi dengan 6 gol serta mengantarkan Argentina menjadi juaranya.
Pada tahun 1993, Batistuta kembali bermain di turnamen Copa
America, yang kali ini diselenggarakan di Ekuador, dan Argentina kembali
menjadi juaranya. Piala dunia 1994 yang di selenggarakan di Amerika Serikat,
sangat mengecewakan: setelah start yang menjanjikan, di babak 16 besar
Argentina di kalahkan Rumania. Moral para pemain menjadi drop karena
terpengaruh dengan hukuman doping yang di buat Diego Maradona. Di luar
kekecewaan yang di alami Argentina, Batistuta mencetak 4 gol dari 4
pertandingan yang ia ikuti, termasuk hatrick yang ia cetak ketika melawan
Yunani di pertandingan pembukaan.
Pada saat masa pertandingan kualifikasi untuk Piala Dunia
1998 (dengan mantan pelatihnya di River Plate Daniel Passarella yang ketika itu
melatih team nasional Argentina) Batistuta melewatkan banyak pertandingan
karena bersebrangan dengan peraturan pelatih termasuk salah satunya tidak boleh
berambut panjang. Tetapi kemudian masalah bisa terselesaikan dan Batistuta
dapat bermain pada pertandingan pertama Piala Dunia 98 melawan Jamaika. Pada
pertandingan itu ia mencetak hatrick keduanya di Piala Dunia, menjadi pemain
ke-4 yang bisa melakukannya (setelah Sándor Kocsis, Just Fontaine, and Gerd
Müller) dan menjadi yang pertama membuat hatrick di dua Piala Dunia
berturut-turut. Sayangnya, Argentina akhirnya tereleminasi dari Piala Dunia 98
di pertandingan kontroversial dengan Belanda lewat gol di menit terakhir Dennis
Bergkamp saat skor masih 1-1 hampir di sepanjang pertandingan, padahal
sebelumnya wasit sudah hampir memberikan penalti untuk Argentina andai saja
Ortega tidak berulah & menyebabkan kartu merah untuknya.
Setelah hasil-hasil yang bagus pada saat kualifikasi untuk
Piala Dunia 2002, harapan sangat tinggi agar Argentina bisa menjuarai Piala
Dunia 2002 yang saat itu di manajeri oleh Marcelo Bielsa, dan Batistuta
mengumumkan bahwa ia akan pensiun dari team nasional pada akhir kompetisi,
dimana Argentina diharapkan untuk menang. Tetapi Argentina masuk ke dalam
"group of death", mereka hanya bisa menang tipis dari Nigeria dan
kemudian kalah dari musuh bebuyutannya Inggris 1-0 lalu seri 1-1 melawan
Swedia. Ini berarti penampilan terburuk mereka dalam Piala Dunia sejak tahun
1962 karena pertama kalinya tidak bisa lolos dari penyisihan group.
Pensiun
Batistuta akhirnya gantung sepatu pada tahun 2005 an pindah
ke Perth, Australia. Di luar keinginannya untuk mendapatkan lisensi melatih, ia
saat ini belum terlibat lagi dalam dunia sepakbola (dia malah memilih untuk
bermain golf atau polo). Dia memiliki keinginan suatu saat dapat melatih team
nasional Argentina atau Australia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar